“Hendaklah kamu waspada terhadap perbuatan ma’shiyat
dibanding kewaspadaan kepada musuh. Sesungguhnya aku lebih bimbang
dengan dosa yang dilakukan oleh tentara Islam dibanding kebimbanganku
terhadap musuh. Sesungguhnya umat Islam mendapat pertolongan Allah
lantaran kemungkaran yang dilakukan oleh pihak musuh. Oleh karena itu,
janganlah kalian melakukan perkara yang dimurkai Allah ketika sedang
berjihad.”
(Amanat Umar ibn Al-Khatab Al-Faruq kepada Tentara Islam)
Fenomena Dakwah Kontemporer.
Belakangan ini, gaung dakwah semakin populer. Jika dulu, dakwah hanya
sebatas menyampaikan (tabligh) dalam bentuk ceramah saja, kini dakwah
telah diberikan kemasan yang lebih variatif. Dakwah menjadi lebih
“hidup” mengikuti trend yang diminati oleh mad’u (penerima dakwah)nya.
Fenomena ini dapat kita saksikan melalui media televisi, tayangan
dakwahtaintment (sebuah pola yang menggabungkan antara dakwah dan
entertainment) mendapat perhatian tinggi dari pemirsa. Secara bisnis,
tayangan ini memang menguntungkan, perolehan iklannya menandingi
tayangan hiburan lain. Tayangan dakwah di televisi, setidaknya memuat
dua pola penyiaran, insidentil dan kontinyu. Tayangan dakwah insidentil,
biasanya menyambut momentum tertentu seperti Ramadhan dan peringatan
Hari Besar Islam, sedangkan pola kontinyu dipakai secara terus menerus
tapi tentu melihat respon pemirsa dan perolehan iklan, seperti Pildacil
dan Audisi da’i yang ditayangkan beberapa stasiun TV swasta. Tapi ada
juga tayangan dakwah yang selalu muncul walaupun secara bisnis tidak
marketable, ya sekedar “menggugurkan kewajiban” kepada umat Islam
Indonesia, yaitu tayangan hikmah fajar, hampir seluruh stasiun TV
menayangkan ini dengan format yang tidak jauh berbeda.
Pada saat yang bersamaan, dakwah yang menggunakan media elektronik
tidak melulu dengan metode oral (bil-lisan), kini mulai dicoba tayangan
dakwah dalam bentuk sinetron, reality show, talkshow interaktif, film
dokumenter, zikir akbar dan masih banyak yang lain. Bahkan pada bulan
Ramadhan, stasiun TV seperti kebanjiran berkah karena selama satu bulan
penuh tayangan dakwah menjadi primadona pemirsa sekaligus tayangan
paling diburu pemasang iklan.
Media dakwah tentu bukan hanya televisi, belakangan dakwah melalui
media cetak seperti, koran, tabloid, jurnal dan penerbitan buku, juga
mulai marak. Penerbitan media Islam bahkan menjadi bisnis yang dilirik
banyak pengusaha, karena market sharenya sangat luas dan minat beli
masyarakat meningkat tajam. Dakwah bil-kitabah ini juga memasuki dunia
maya, teknologi internet menjadi media alternatif penyampaian
pesan-pesan ajaran agama. Ribuan situs dakwah dapat diakses dengan
mudah, bahkan pesantren virtual mulai bermunculan.
Masalah Keragaman; Problem Dakwah?
Pertanyaannya kemudian adalah, apakah maraknya tayangan dakwah di
televisi dan ragam media lainnya dapat menjadi ukuran keberhasilan
dakwah yang sesungguhnya? Pada batas-batas tertentu fenomena ini memang
cukup menggembirakan, animo masyarakat muslim kepada dakwah meninggi,
geliat ekspresif syiar Islam semakin tampak melalui perkumpulan ritus
dengan jamaah yang massif. Namun, keragaman model dakwah juga harus
diakui. Bukankah para pendakwah berangkat dari historical background
yang juga beragam?
Nah, persoalannya banyak masyarakat yang tidak
memahami perbedaan latar belakang pendakwah ini, padahal intelektual dan
budaya penyampai pesan tentu akan sangat mempengaruhi content dan style
dakwah mereka.
Inilah kenyataan sekarang, secara jelas kita menyaksikan ekspresi
keberagamaan yang lain, saat ritus menguat dalam suatu komunitas dengan
ikatan simbol tertentu, melahirkan sebuah kemantapan kelompok yang
cenderung menafikan kelompok di luar mereka. Akibatnya keragaman tidak
lagi dirayakan, tetapi menjadi penyekat dan bahkan jurang pemisah yang
membentuk pengakuan “orang kita dan orang mereka” atau dalam bahasa yang
sering diungkapkan jika ada orang yang berbeda dengan kelompoknya
disebut “Laisa Minna” atau “Minhum”.
Sulitnya merayakan keragaman menjadi kendala dakwah belakangan ini,
terlebih lagi ditengah arus pemberian stereotype kepada
kelompok-kelompok yang ada. Kita tidak memungkiri kenyataan bahwa umat
Islam pasca wafatnya Rasulullah SAW telah menunjukkan adanya pebedaan.
Hal ini wajar, karena pemegang otoritas tunggal dalam menerjemahkan dan
menjelaskan wahyu telah tiada, bahkan wahyupun telah berakhir. Ketika
Rasulullah hidup, semua masalah yang muncul dapat selesai dengan jawaban
beliau, tetapi setelah beliau meninggal, umat Islam, terutama para
sahabat generasi awal, menjawab permasalahan dengan ijtihad mereka.
Maka, lapangan ijtihad sesungguhnya telah dibuka segera setelah wafatnya
Rasulullah ini. Ketiadaan pemegang otoritas terhadap wahyu inilah yang
menjadi embrio munculnya perbedaan pemikiran yang pada gilirannya
membentuk perbedaan kelompok, madzhab, aliran dan segala bentuk
perkumpulan baik yang disandarkan kepada pemikiran, simbol dan ritus
atau keta’atan pada tokoh. Melihat kenyataan sejarah ini, maka
eksistensi kelompok ataupun madzhab adalah sebuah keniscayaan, bahkan
jika digaungkan gerakan tidak bermadzhab, pada hakekatnya gerakan itu
telah membuat madzhab baru.
Dakwah Transformatif.
Peluang terjadinya perbedaan pendapat dalam kehidupan beragama,
merupakan tantangan besar bagi dakwah Islam. Sebab, bukan tidak mungkin
terjadi benturan dalam lapangan dakwah. Bahkan, kenyataan ini sudah
tampak. Terlalu sering kita menyaksikan dalam aksi unjuk rasa, dua kubu
(yang notabene keduanya bagian dari sebuah proses dakwah) yang
berseberangan, bertikai dan tak jarang melukai dan merusak sambil
menggelorakan semangat dengan meneriakan kalimat yang sama; Allahu
Akbar!.
Nah, menghindari perbedaan jelas tidak mungkin tetapi mendudukkan
masalah yang berbeda untuk bisa difahami tentu bisa diupayakan. Dalam
konteks inilah perlunya rumusan baru konsepsi dan metodologi dakwah yang
akan menjadi pedoman para du’at dalam membina jama’ahnya. Kita sama
tahu, belakangan ini ada kecenderungan karakter masyarakat untuk memilih
model dakwah; ada yang menyukai dakwah menyejukkan tapi tidak sedikit
yang senang dengan dakwah gaya keras. Kedua model ini mungkin diyakini
sebagian pengikutnya memberikan manfaat yang cepat dan tepat. Dakwah
menyejukkan dengan spesifikasi tema tertentu, untuk sementara waktu
mampu menyejukkan problem stress di masyarakat. Dakwah gaya keras oleh
pengagumnya dianggap dapat menuntaskan masalah dan solusi bagi doktrin
amar ma’ruf nahi munkar meskipun kenyataannya pengaruhnya sangat
tentatif. Dari sini jelas, untuk jangka panjang masyarakat membutuhkan
dakwah yang melahirkan peresapan nilai-nilai yang lebih kokoh, menambah
kualitas keberagamaan dalam menghadapi kehidupan ini.
Sebagai bagian dari proses rekayasa sosial, dakwah menjadi media yang
signifikan menjembatani berbagai kepentingan dalam hidup dan kehidupan,
karenanya meskipun dakwah menawarkan sebuah cita ideal, namun tetap
dituntut responsif terhadap berbagai perubahan yang terjadi. Pada titik
inilah dakwah harus memainkan peran multidimensional sehingga tetap akan
relevan sepanjang zaman. Upaya merubah konsepsi dakwah dari dakwah
konvensional (baik metode maupun contennya) yang cenderung eksklusif
menuju dakwah yang inklusif dan mencerahkan adalah sebuah keharusan
sebagai implikasi dari perubahan yang terus terjadi. Semangat ini dapat
kita temukan dasarnya pada ajaran agama tentang menuju perubahan yang
lebih baik misalnya al-Quran surat ar-Ra’du ayat 11, al-Taubah ayat 105
dan al-Ankabut ayat 69 maupun beberapa hadits nabi Muhammad SAW di
antaranya tentang esok harus lebih dari hari ini. Sebuah kaedah ushul
fiqh juga menguatkan hal ini, “Memelihara konsep lama yang baik, dan
mengambil konsep baru yang lebih baik”.
Kita dapat menyebut konsepsi ini sebagai dakwah transformatif, yaitu
dakwah yang dapat memberikan perubahan menjadi lebih baik dalam berbagai
lini secara struktural. Dakwah yang berpihak kepada kaum tertindas
(mustadh’afin) dan kaum terzalimi (Mazhlumin) sehingga hak-hak mereka
dapat dipenuhi dengan baik. Dakwah yang menuntut pemegang kekuasaan
memberikan rasa aman kepada warga bangsa. Dakwah yang mengusung
nilai-nilai moderat seperti penghargaan kepada perbedaan, toleransi,
kemandirian, merayakan keragaman, perdamaian dan anti kekerasan. Dan
Akhirnya model dakwah ini bertanggung jawab membangkitkan motivasi
mad’unya agar menyadari bahwa perubahan lebih baik itu baru bisa diraih
dengan kesadaran diri (self awarness).
Kesadaran diri adalah kata kunci bagi perubahan, karena setiap kita
tidak dapat bergantung hanya kepada setumpuk konsep untuk kita jejali
kepada mad’u. Mad’u-pun tidak lagi diposisikan sebagai objek dakwah,
karena sang pendakwah juga harus siap menerima dakwah. Gagasan ini akan
bertujuan menyadarkan segenap aktivis dakwah (kini mad’u dan da’i nya
sekalian) untuk tidak mudah bersedih meratapi nasib yang kurang baik,
tetapi menggelorakan semangat untuk berani menggapai perubahan guna
meraih kemenangan. Jika A Hasjimi menyatakan bahwa perubahan ke arah
lebih baik dalam dakwah harus dimulai dari sang juru dakwah, maka dakwah
motivational menuntut para da’i untuk mampu memotivasi diri mereka
sendiri agar tidak kehilangan obor semangat dalam perjuangan dakwah.
Dakwah motivational adalah sebuah gagasan yang berangkat dari
kesadaran bahwa merayakan keragaman adalah suatu hal yang niscaya yang
dalam semangat kemanusiaan mengharuskan kita menebarkan kemanfaatan
menuju perubahan yang lebih baik guna meraih kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
Dakwah model ini mengiringi visi transformatif yang lebih
egaliter, toleran dan mencerahkan. Dengan demikian, tidak ada lagi
hegemoni dan dominasi suatu kelompok atas kelompok lain. Pada level ini,
perlu kiranya difahami bahwa dakwah adalah proses yang tidak mengenal
kata finish, ia proses yang berkelanjutan, sehingga siapapun orangnya
–dalam kapasitas keilmuan setinggi apapun- harus legowo menerima dakwah.
Sebuah firman Allah menegaskan akan hal ini: “Hai orang yang beriman
bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenarnya taqwa dan janganlah
kalian mati kecuali dalam keadaan berpasrah diri kepada Allah”. Upaya
dakwah memang harus dengan persistensi yang tinggi, Alwi Shihab dalam
Islam Inklusif menyatakan “….ini karena Islam bukanlah sebuah status
yang dibatasi oleh syahadat, tetapi sebuah proses, sebuah usaha seumur
hidup yang terungkapkan dalam melakukan perbuatan teladan dan mengajak
orang ke jalan islam sebagai jalan hidup.”
Etika Dakwah.
Sebagai instrumen mencapai sasaran dakwah, maka visi transformatif
menjadi sangat penting untuk diketahui para da’i. Visi transformatif ini
berpijak kuat kepada nash syar’i semisal mengusung nilai kesantunan,
kelembutan dan kasih sayang dalam menegakkan kebenaran tapi pada saat
yang bersamaan memiliki ketegasan dalam mencegah kemungkaran. Begitu
juga nilai perdamaian dan menghargai perbedaan, sehingga pesan utama
al-Quran bahwa tidak ada paksaan dalam beragama dapat diaplikasikan
dengan baik, bijak dan penuh kearifan. Visi ini harus disosialisasikan
agar para du’at tidak dininabobokan oleh gempita materialistik dalam
panggung hiburan, karena dakwah bukanlah sekadar ucapan kosong dan
penampilan yang memikat. Dalam pandangan Kuntowijoyo, minimal dakwah itu
meliputi tugas: mengembalikan manusia kepada fitrahnya (humanisasi),
membebaskan manusia dari belenggu penindasan/penjajahan (emansipasi),
dan memperkuat hubungan dengan Sang Pencipta (transendensi). Kunto
mendasarkan tesisnya ini pada firman Allah yang menyeru tentang
keharusan dakwah, sebagaimana tercantum dalam 110:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik.”
Ayat ini dapat dikatakan sebagai petunjuk pelaksanaan (juklak) dalam
berdakwah. Jika kita sepakati bahwa elan dasar dakwah adalah mendorong
manusia ke arah perubahan yang lebih baik, maka tepat sekali perspektif
kunto di atas, ayat ini tidak serta merta bicara amar ma’ruf nahi
mungkar yang mesti ditegakkan dengan semangat pertempuran, tapi
memotivasi manusia untuk sepenuhnya sadar menemukan fitrahnya kemudian
membebaskan manusia dari penindasan serta mengeratkan hubungan dengan
Tuhan. Dalam upaya menyampaikan visi transformatif ini, penyelenggaraan
dakwah tidak lagi berbentuk upaya mengajak orang lain (apalagi dengan
memaksakan kehendak) agar mengkonversikan keyakinannya, tapi justru
mengambil bentuk upaya-upaya yang mengarah kepada perbaikan kualitas
hidup manusia.
Dalam rangka menuju cita dakwah yang egaliter, damai dan terbuka
diperlukan rumusan etika dakwah yang dapat dijadikan sebagai pijakan
dasar para du’at. Etika dakwah menjadi penting, karena ia merupakan
pintu masuk yang acceptable dari seluruh kelompok yang ada. Bukankah
etika juga materi dasar yang diajarkan al-Quran, dan al-Quran kitab suci
yang menjagi referensi du’at? Al-Quran adalah pedoman etika yang
par-excellent, bahkan sejak semula ia tidak hanya didominasi
ajaran-ajaran teologis maupun legal formal, namun sedari awal ia Kitab
Suci yang dipenuhi dengan wawasan, acuan dan dasar-dasar etika
(Fazlurrahman, Tema Pokok Al-Quran,1983). Selain teks suci sebagai
landasan teologis, format etika dakwah juga mengangkat kembali
nilai-nilai etis dari penyelenggaraan dakwah generasi awal Islam sebagai
landasan historis.
Landasan historis ini mengambil potret dakwah Nabi Muhammad SAW.
Beliau dikenal santun tidak hanya oleh kawan tapi juga diakui lawan,
tidak hanya oleh orang sezaman, tapi telah melintas waktu dan ruang.
Sejarah dakwah Islam generasi awal –di bawah bimbingan langsung Sang
Nabi- mewariskan wajah dakwah yang inklusif. Banyak kisah yang
menunjukkan kebenaran tesis ini, di antaranya adalah ketika terjadi
Fathu Makkah (Pembebasan Kota Makkah). Buku-buku sejarah menceritakan
peristiwa itu dengan elok, betapa saat Nabi sampai pada puncak kekuasaan
dan kemenangan, di mana kaum kafir Quraisy Makkah yang saat itu tak
berdaya dan pasrah menerima perlakuan apapun sebagai balasan dari Nabi,
tetapi justru saat itu pula Nabi Muhammad sampai pada puncak kearifan.
Beliau menyatakan kepada orang-orang yang dulu memusuhinya itu dengan
ucapan yang sangat terkenal; “Antum ath-Thulaqaa!!” Artinya; “Pergilah,
kalian adalah orang-orang yang bebas, tidak ada kedengkian dan hasud di
antara kita.” Cara dakwah Nabi yang sejuk seperti ini akhirnya membuat
prestasi besar masuknya kafir Quraisy ke dalam agama Islam secara
berbondong-bondong sebagaimana didokumentasikan dalam QS An-Nashr ayat
1-4: “Apabila Telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu
lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka
bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.
Sesungguhnya dia adalah Maha Penerima taubat”.
Ketika di Madinah pun Nabi memulai dakwah dengan menumbuhkan semangat
persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Puncaknya adalah
lahirnya Piagam Madinah yang mengakomodir kepentingan umat Islam,
Nasrani dan Yahudi. Piagam Madinah yang beisi 47 pasal itu menjadi
simbol dakwah yang akomodatif mengingat saat itu Islam, secara politik,
menguasai negeri Madinah.
Sementara itu, sebagai landasan teologis, teks suci banyak memuat
dokumentasi mengenai etika dakwah ini, di antaranya terdapat dalam Ali
Imran ayat 159: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku
lemah lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah
dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan
tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Kemudian An-Nahl 125: “Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Kemudian Ali Imran ayat 20: “Jika mereka masuk Islam, Sesungguhnya
mereka Telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, Maka
kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). dan Allah Maha
melihat akan hamba-hamba-Nya.”
Kemudian Al-Baqarah ayat 256: “Tidak ada
paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan
yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar
kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah
berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” Kemudian Al-Ghaasyiyah ayat
21-22: “Maka berilah peringatan, Karena Sesungguhnya kamu hanyalah orang
yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka”
Dari landasan teks suci seperti nukilan di atas, dapat kita ketahui
bahwa dakwah ini sejatinya diselenggarakan dengan nuansa kesejukan dan
anti kekerasan. Surat An-Nahl ayat 125 di atas menyempurnakan metode
dakwah yang damai ini. Ayat al-Quran yang menegaskan tentang garis
kebijaksanaan dakwah ini, menurut A. Hasjimi merupakan pedoman bagi
Muhammad SAW dan umatnya yang berkewajiban melanjutkan cita risalah
akhir (Dustur Dakwah menurut Al-Quran, 1994).
Jadi, sudah seharusnya para da’i sekarang melakukan introspeksi untuk
mentransformasi visi dakwah mereka menjadi lebih egaliter, toleran,
terbuka dan damai. Karena keberhasilan dakwah tidak akan terlepas dari
peran juru dakwah yang didukung oleh keilmuan dan akhlak yang karimah.
Imam Sufyan ats-Tsauri menyatakan, “Janganlah seseorang mengajak kepada
ma’ruf dan mencegah kemungkaran melainkan jika ada padanya tiga ciri:
Pertama, berlemah lembut dengan apa yang diseru dan dicegah. Kedua,
berlaku adil dengan apa yang diseru dan dicegah. Ketiga, berilmu
berhubungan dengan apa yang diseru dan dicegah.”
Wallahu a’lam bi al-Shawaab
Post Top Ad
Jumat, 11 Juli 2014
Tags
# Islami
About Unknown
Templatesyard is a blogger resources site is a provider of high quality blogger template with premium looking layout and robust design. The main mission of templatesyard is to provide the best quality blogger templates which are professionally designed and perfectlly seo optimized to deliver best result for your blog.
Islami
Label:
Islami
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Post Top Ad
Add Your Spot Ads There!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar